Gambuh
Sebagai Inspirator Seni Pertunjukan Bali
Gambuh adalah tarian dramatari Bali yang
dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan dramatari klasik Bali yang
paling kaya akan gerak-gerak tari sehingga dianggap sebagai sumber segala
jenis tari klasik Bali.
Diperkirakan
Gambuh ini muncul sekitar abad ke XV yang lakonnya bersumber pada
cerita Panji. Gambuh berbentuk total theater karena di dalamnya
terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama & tari, seni
rupa, seni sastra, dan lainnya.
Pementasannya
dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lain
sebagainya.
|
|
Diiringi
dengan gamelan Penggambuhan yang berlaras pelog Saih Pitu.
Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah Condong, Kakan-kakan, Putri,
Arya / Kadean-kadean, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang,
Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Dalam memainkan tokoh-tokoh
tersebut semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas,
Panasar dan Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan
kasar.
Gambuh yang masih aktif hingga kini
terdapat di desa
|
ABSTRACT
Pendahuluan
Satu diantara dramatari klasik Bali yang dianggap bermutu tinggi oleh para
budayawan asing adalah Gambuh. Kesenian ini mengingatkan akan kebangkitan
kerajaan Bali masa lampau dan merupakan warisan budaya yang paling indah dari
semua teater Bali. Di atas segalanya Gambuh adalah tarian luar biasa, terkadang
lucu dan keras, terkadang kasar dan sengit, terkadang dilakonkan oleh penari
lanjut usia dengan keanggunan yang menghanyutkan, namun terkendali. Pada jaman
kerajaan, peranan puri / raja dalam kehidupan seni budaya sangat besar. Raja
merupakan pengayom, pembina, dan pemelihara kehidupan seni budaya, termasuk
tari pada khususnya. Sebagai teater istana, hampir setiap puri memiliki
bangunan yang disebut Bale Pegambuhan. Namun kini kesenian Gambuh telah menjadi
milik desa yang tetap dipertahankan untuk kepentingan upacara. Seni pentas
total Dilihat dari wujud seni yang membangunnya, Gambuh merupakan seni pentas
yang berbentuk total teater. Di samping unsur seni tari yang dominan, terdapat
juga unsur-unsur seni lainnya seperti seni tabuh, seni sastra, seni vocal /
dialog, seni rupa, dan seni rias yang terpadu secara harmonis dan indah.
Demikian pula Gambuh didukung oleh berbagai karakter, seperti karakter halus
(tokoh Rangkesari dan Panji), karakter keras para patih Arya dan Prabangsa
karakter lucu Demang Tumenggung dan lainnya. Masing-masing tokoh memiliki
gending iringan tersendiri yang dipimpin oleh suling panjang hingga 90 cm
dengan karakter agung, dinamis dan manis. Di samping itu ditengah-tengah penabuh
duduk satu atau dua orang juru tandak yang berfungsi untuk menghidupkan suasana
dalam dramatisasi pertunjukan seperti sedih, gembira, marah, lucu dan
sebagainya. Sebagai dramatari tertua, setiap tokoh karakter putra maupun putri
memiliki tatanan busana tersendiri. Perpaduan seni yang kompleks itulah
membangkitkan inspirasi empu-empu seni berikutnya untuk mentransformasikan ke
dalam bentuk tari-tarian baru yang lahir belakangan. Bila dihubungkan dengan
peristiwa sejarah dikala Majapahit runtuh pada pertengahan abad XV dimana
khasanah sastra Jawa termasuk ceritra Panji diboyong ke Bali, maka kesenian
Gambuh diperkirakan muncul di Bali sekitar abad XV. Gambuh merupakan tarian
yang sulit dipelajari karena memerlukan penghayatan dramatisasi, perbendaharaan
gerak tari, maupun ucapan yang telah dipolakan. Setiap tokoh utama harus mampu
berbahasa kawi atau Jawa kuno yang akan diterjemahkan oleh para panakawan. Di
samping itu Gambuh sangat ekspresiv karena mengutamakan ekspresi muka dan
banyak memakai gerakan mata yang disebut nelik, nyureng, gagilehan, nyerere dan
sebagainya. Tanpa ekspresi utama ini, dramatari Gambuh tidak akan kelihatan
hidup. Hal ini akan memberikan kendala pada generasi muda, bila diarahkan untuk
mempelajari kesenian yang sulit dan kurang menarik baginya. Pementasan Gambuh
terbatas untuk kepentingan Yadnya yang besar, seperti Tawur Agung / Ngenteg
Linggih pada pura Kahyangan Jagat dan upacara Maligia.. Saat ini seka Gambuh
yang masih aktif, antara lain dari Batuan (Gianyar), Pedungan (Kota Denpasar)
dan Padangaji (Karangasem). Di daerah lain sesungguhnya pernah juga ada seka
Gambuh, namun yang tersisa kini hanya beberapa instrument gamelan dan kostum
tari yang tidak lengkap. Lakon utama Gambuh adalah cerita Panji yang
mengisahkan kehidupan, romantika dan peperangan dari kerajaan di Jawa Timur
pada abad XII – XIV. Di Bali cerita itu disebut Malat sesuai dengan nama tokoh
sentral yakni Panji Amalat Rasmi. Cerita Panji merupakan kisah yang sangat
populer dalam masyarakat Indonesia, khususnya Bali. Cerita ini adalah karya
cipta asli budaya Nusantara, bukan import seperti Mahabharata dan Ramayana.
Episod-episod ceritranya sangat menarik dengan struktur naratif yang memikat
atau struktur dramatik yang memukau, bila disajikan dalam bentuk seni pertunjukan.
Di Bali ceritra Panji memiliki pengaruh yang sangat luas dan menunjukkan
perkembangan yang amat kompleks karena cerita itu berkembang dalam berbagai
jalur dan kreativitas seni. Misalnya dijumpai pada seni sastra berbentuk
gaguritan / kidung, seni pertunjukan yang bersumber pada Gambuh. Dalam seni
rupa berwujud relief dan lukisan yang berkisah tentang Panji sebagai tokoh
utama dalam berbagai versi. Selain cerita Panji, Gambuh pernah melakonkan
cerita jaman Majapahit yaitu Ranggalawe, Damarwulan dan sebuah ceritra Islam
setelah keruntuhan Majapahit yakni Amad Muhamad. Gambuh sebagai inspirator.
Jaman dahulu para seniman tari dan musisi berkarya secara kolektif atas nama
seka atau banjar yang diayomi puri. Generasi penerus tidak mengerti siapa yang
menyandang sebagai koreografer atau komposer beraneka gerak tari serta tabuh
nan bermutu tinggi yang dimiliki Pagambuhan, lambat laun ditiru oleh tarian
yang lahir belakangan. Adapun seni pertunjukan yang bersumber dari Gambuh,
antara lain : 1. Wayang Gambuh : merupakan pertunjukan wayang kulit bernuansa
Pagambuhan, yang dapat dijumpai pada tokoh, cerita, tembang, dialog maupun
iringan. Konon sekeropak Wayang Gambuh bersama benda-benda seni lainnya yakni
satu peti topeng dan dua buah gong diboyong ke Bali setelah Dalem Waturenggong
mengalahkan kerajaan Blambangan di Jawa Timur pada abad 16. Pementasan Wayang
Gambuh nan sarat sejarah ini dilakukan tahun 1973 oleh LISTIBYA Bali saat
menyelenggarakan Workshop Gambuh. Demikian pula Jurusan Pedalangan ISI Denpasar
pernah mementaskannya sekitar tahun 1997. 2. Arja : Satu-satunya Balinese
Operatic Style yang bentuknya sangat dipengaruhi Gambuh, baik dari segi cerita,
perbendaharaan gerak, struktur pertunjukan, maupun kostum. Jika dibandingkan
dengan Gambuh, cerita Arja memiliki lebih banyak versi cerita Panji, bisa
berupa lakon carangan atau pengembangan, misalnya Pakang Raras, Godogan,
Cilinaya, Made Umbara dan sebagainya. Kesenian yang dirangkai oleh
tembang-tembang yang indah ini mempunyai penggemar tersendiri dan banyak
melahirkan penari terkenal, seperti tokoh Mantri manis dan Mantri buduh. Tahun
1967, Keluarga Kesenian RRI Denpasar memelopori iringan Arja dengan gong kebyar
sehingga muncul kreasi tari pada tokoh penasar dengan meniru gerak tari Delem
dalam Pewayangan. 3. Topeng : Tarian yang melakonkan Babad Bali ini, dapat
dilihat pada topeng keras diinspirasi style Prabangsa Pegambuhan dan topeng
Arsa Wijaya mengambil style Panji. 4. Calonarang : Dramatari yang identik
dengan drama ilmu hitam (pangiwa), dibentuk dari perpaduan unsur Pagambuhan,
Pearjaan dan Bebarongan. Oleh sebab itu, gerak tari, warna dialog dan tata
busana yang digunakan hampir tidak ada bedanya dengan Gambuh. Tokoh-tokoh yang
mengambil gerak Gambuh diantaranya Patih Madri memakai style Panji, Pandung
mengambil style Prabangsa, Ratnamanggali memakai style Putri Gambuh. 5. Wayang
Wong dan Parwa: Dramatari yang bernuansa Pewayangan dengan lakon Ramayana dan
Mahabharata, para pemeran tokoh halus dan keras yang mengambil style
Pegambuhan. 6. Tari Baris : merupakan tari tunggal karakter putra yang memakai
gerak-gerak tari Prabu keras pada Pagambuhan 7. Tari Legong Lasem : tarian yang
dibawakan oleh tiga orang penari perempuan yang memakai tema ceritra Panji
(Prabu Lasem). Seorang berperan sebagai condong yang beberapa gerak tarinya
memakai gerak tari condong Pagambuhan dan dua orang penari Legong. Seorang
sebagai Prabu Lasem yakni raja tua yang merayu penari satunya yang memerankan
putri Rangkesari. Tarian ini amat populer di masyarakat dan biasa disebut Legong
Keraton.. 8. Tari Panji Semirang : merupakan tarian tunggal karakter halus yang
dibawakan oleh penari perempuan. Tarian ini mengisahkan putri Candrakirana
menyamar berpakaian laki-laki untuk mencari kekasihnya, Inu Kertapati.
Diciptakan tahun 1942 oleh I Nyoman Kaler (alm). 9. Drama gong : pertunjukan
teater tradisional Bali yang diiringi gamelan gong kebyar yang melakonkn
episode - episode cerita Panji. Drama gong kini menjadi primadona diantara
teater tradisional karena memakai dialog bahasa Bali sehari-hari yang mudah
dicerna penonton. Dialognya actual, memikat, santai dan penuh banyolan.
Pelestarian Gambuh yang pernah berjaya dimasa lalu serta menjadi sumber tari
dan musik Bali, sudah selayaknya dilestarikan, apalagi berfungsi sebagai sarana
upacara. ASTI Denpasar yang kini menjadi ISI, sejak didirikan tahun 1967 telah
berperan sebagai juru selamat dengan mengajarkan Gambuh style Pedungan dan
Batuan, yang keduanya memiliki kekhasan. Untuk melestarikan musik iringan
tarinya, ISI Denpasar telah memelopori menggunakan gamelan Semar Pagulingan
pelog saih pitu karena memiliki persamaan laras dan melodi gending dipegang
instrumen terompong. Bagi tabuh iringan karakter keras akan memberikan nuansa
lebih semarak. Di samping itu mahasiswa yang akan menyelesaikan studinya, juga
terinspirasi oleh agem-agem pokok Pagambuhan, namun kemudian digubah agar
memperoleh inovasi baru berwujud garapan tari kreasi. Perkembangan. Gambuh yang
dibentuk oleh berbagai elemen seni, telah mengalami perkembangan dari segi
ceritra dan pemeran. 1. Pada tahun 1998, Yayasan Arti Foundation bersama Taman
Budaya Denpasar telah membangun Gambuh memakai ceritra Eropa karangan
Shakespeare yaitu Macbeth. Penari-penarinya dihimpun dari alumnus STSI Denpasar
dengan sutradara Ulf Gadd dari Swedia dan Kadek Suardana. Gambuh Macbeth
mendapat sambutan hangat dari masyarakat pencinta seni karena tatanan
dramatisasi dan alur ceritra yang cukup menarik. Tahun 2002 telah ditampilkan
di Jerman. 2. Pada tahun 2005, panitia peringatan Hari Kartini mementaskan
Gambuh ISI Denpasar dengan semua penarinya wanita. Hal ini dilakukan sebagai
emansipasi wanita pada kesenian klasik Bali yang menjadi sumber tari dan musik
Bali. Penutup Kehidupan dramatari Gambuh di Bali telah mengalami perjalanan
lima abad, namun tetap eksis karena berfungsi sebagai sarana upacara. Pada
mulanya diayomi dan dipelihara oleh istana / raja, namun kini sudah menjadi
milik desa yang dilestarikan pendukungnya. Gambuh merupakan dramatari klasik
berbentuk total teater karena di dalamnya terpadu dengan baik dan harmonis
elemen-elemen tari, vocal/dialog, musik, drama, sastra dan seni rupa sehingga
menjadi inspirator seni pertunjukan yang lahir kemudian. Keunikan pada gamelan
Gambuh terletak pada suling panjang yang memerlukan circular blown breathing
terus menerus. Iringan Gambuh dapat diganti dengan gamelan Semar Pagulingan
karena memiliki persamaan laras. Di Bali ceritra Panji memiliki pengaruh yang
sangat luas dan menunjukkan perkembangan yang sangat kompleks karena ceritra
itu berkembang dalam berbagai jalur dan kreativitas seni. Kendatipun Gambuh
kini jarang dipentaskan hanya sebatas upacara tertentu yang memerlukannya,
namun bentuknya sudah diwarisi oleh seni pertunjukan lainnya yang lebih
populer.
http://www.researchgate.net/publication/51025975_Gambuh_Sebagai_Inspirator_Seni_Pertunjukan_Bali
[accessed Nov 9, 2015].