Senin, 09 November 2015



Gambuh Sebagai Inspirator Seni Pertunjukan Bali


Gambuh adalah tarian dramatari Bali yang dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan dramatari klasik Bali yang paling kaya akan gerak-gerak tari sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali.
Diperkirakan Gambuh ini muncul sekitar abad ke XV yang lakonnya bersumber pada cerita Panji. Gambuh berbentuk total theater karena di dalamnya terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama & tari, seni rupa, seni sastra, dan lainnya.
Pementasannya dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lain sebagainya.



http://www.babadbali.com/image/seni/drama/dt-gambuh.jpg

Diiringi dengan gamelan Penggambuhan yang berlaras pelog Saih Pitu. Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah Condong, Kakan-kakan, Putri, Arya / Kadean-kadean, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Dalam memainkan tokoh-tokoh tersebut semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas, Panasar dan Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan kasar.
Gambuh yang masih aktif hingga kini terdapat di desa


ABSTRACT
Pendahuluan Satu diantara dramatari klasik Bali yang dianggap bermutu tinggi oleh para budayawan asing adalah Gambuh. Kesenian ini mengingatkan akan kebangkitan kerajaan Bali masa lampau dan merupakan warisan budaya yang paling indah dari semua teater Bali. Di atas segalanya Gambuh adalah tarian luar biasa, terkadang lucu dan keras, terkadang kasar dan sengit, terkadang dilakonkan oleh penari lanjut usia dengan keanggunan yang menghanyutkan, namun terkendali. Pada jaman kerajaan, peranan puri / raja dalam kehidupan seni budaya sangat besar. Raja merupakan pengayom, pembina, dan pemelihara kehidupan seni budaya, termasuk tari pada khususnya. Sebagai teater istana, hampir setiap puri memiliki bangunan yang disebut Bale Pegambuhan. Namun kini kesenian Gambuh telah menjadi milik desa yang tetap dipertahankan untuk kepentingan upacara. Seni pentas total Dilihat dari wujud seni yang membangunnya, Gambuh merupakan seni pentas yang berbentuk total teater. Di samping unsur seni tari yang dominan, terdapat juga unsur-unsur seni lainnya seperti seni tabuh, seni sastra, seni vocal / dialog, seni rupa, dan seni rias yang terpadu secara harmonis dan indah. Demikian pula Gambuh didukung oleh berbagai karakter, seperti karakter halus (tokoh Rangkesari dan Panji), karakter keras para patih Arya dan Prabangsa karakter lucu Demang Tumenggung dan lainnya. Masing-masing tokoh memiliki gending iringan tersendiri yang dipimpin oleh suling panjang hingga 90 cm dengan karakter agung, dinamis dan manis. Di samping itu ditengah-tengah penabuh duduk satu atau dua orang juru tandak yang berfungsi untuk menghidupkan suasana dalam dramatisasi pertunjukan seperti sedih, gembira, marah, lucu dan sebagainya. Sebagai dramatari tertua, setiap tokoh karakter putra maupun putri memiliki tatanan busana tersendiri. Perpaduan seni yang kompleks itulah membangkitkan inspirasi empu-empu seni berikutnya untuk mentransformasikan ke dalam bentuk tari-tarian baru yang lahir belakangan. Bila dihubungkan dengan peristiwa sejarah dikala Majapahit runtuh pada pertengahan abad XV dimana khasanah sastra Jawa termasuk ceritra Panji diboyong ke Bali, maka kesenian Gambuh diperkirakan muncul di Bali sekitar abad XV. Gambuh merupakan tarian yang sulit dipelajari karena memerlukan penghayatan dramatisasi, perbendaharaan gerak tari, maupun ucapan yang telah dipolakan. Setiap tokoh utama harus mampu berbahasa kawi atau Jawa kuno yang akan diterjemahkan oleh para panakawan. Di samping itu Gambuh sangat ekspresiv karena mengutamakan ekspresi muka dan banyak memakai gerakan mata yang disebut nelik, nyureng, gagilehan, nyerere dan sebagainya. Tanpa ekspresi utama ini, dramatari Gambuh tidak akan kelihatan hidup. Hal ini akan memberikan kendala pada generasi muda, bila diarahkan untuk mempelajari kesenian yang sulit dan kurang menarik baginya. Pementasan Gambuh terbatas untuk kepentingan Yadnya yang besar, seperti Tawur Agung / Ngenteg Linggih pada pura Kahyangan Jagat dan upacara Maligia.. Saat ini seka Gambuh yang masih aktif, antara lain dari Batuan (Gianyar), Pedungan (Kota Denpasar) dan Padangaji (Karangasem). Di daerah lain sesungguhnya pernah juga ada seka Gambuh, namun yang tersisa kini hanya beberapa instrument gamelan dan kostum tari yang tidak lengkap. Lakon utama Gambuh adalah cerita Panji yang mengisahkan kehidupan, romantika dan peperangan dari kerajaan di Jawa Timur pada abad XII – XIV. Di Bali cerita itu disebut Malat sesuai dengan nama tokoh sentral yakni Panji Amalat Rasmi. Cerita Panji merupakan kisah yang sangat populer dalam masyarakat Indonesia, khususnya Bali. Cerita ini adalah karya cipta asli budaya Nusantara, bukan import seperti Mahabharata dan Ramayana. Episod-episod ceritranya sangat menarik dengan struktur naratif yang memikat atau struktur dramatik yang memukau, bila disajikan dalam bentuk seni pertunjukan. Di Bali ceritra Panji memiliki pengaruh yang sangat luas dan menunjukkan perkembangan yang amat kompleks karena cerita itu berkembang dalam berbagai jalur dan kreativitas seni. Misalnya dijumpai pada seni sastra berbentuk gaguritan / kidung, seni pertunjukan yang bersumber pada Gambuh. Dalam seni rupa berwujud relief dan lukisan yang berkisah tentang Panji sebagai tokoh utama dalam berbagai versi. Selain cerita Panji, Gambuh pernah melakonkan cerita jaman Majapahit yaitu Ranggalawe, Damarwulan dan sebuah ceritra Islam setelah keruntuhan Majapahit yakni Amad Muhamad. Gambuh sebagai inspirator. Jaman dahulu para seniman tari dan musisi berkarya secara kolektif atas nama seka atau banjar yang diayomi puri. Generasi penerus tidak mengerti siapa yang menyandang sebagai koreografer atau komposer beraneka gerak tari serta tabuh nan bermutu tinggi yang dimiliki Pagambuhan, lambat laun ditiru oleh tarian yang lahir belakangan. Adapun seni pertunjukan yang bersumber dari Gambuh, antara lain : 1. Wayang Gambuh : merupakan pertunjukan wayang kulit bernuansa Pagambuhan, yang dapat dijumpai pada tokoh, cerita, tembang, dialog maupun iringan. Konon sekeropak Wayang Gambuh bersama benda-benda seni lainnya yakni satu peti topeng dan dua buah gong diboyong ke Bali setelah Dalem Waturenggong mengalahkan kerajaan Blambangan di Jawa Timur pada abad 16. Pementasan Wayang Gambuh nan sarat sejarah ini dilakukan tahun 1973 oleh LISTIBYA Bali saat menyelenggarakan Workshop Gambuh. Demikian pula Jurusan Pedalangan ISI Denpasar pernah mementaskannya sekitar tahun 1997. 2. Arja : Satu-satunya Balinese Operatic Style yang bentuknya sangat dipengaruhi Gambuh, baik dari segi cerita, perbendaharaan gerak, struktur pertunjukan, maupun kostum. Jika dibandingkan dengan Gambuh, cerita Arja memiliki lebih banyak versi cerita Panji, bisa berupa lakon carangan atau pengembangan, misalnya Pakang Raras, Godogan, Cilinaya, Made Umbara dan sebagainya. Kesenian yang dirangkai oleh tembang-tembang yang indah ini mempunyai penggemar tersendiri dan banyak melahirkan penari terkenal, seperti tokoh Mantri manis dan Mantri buduh. Tahun 1967, Keluarga Kesenian RRI Denpasar memelopori iringan Arja dengan gong kebyar sehingga muncul kreasi tari pada tokoh penasar dengan meniru gerak tari Delem dalam Pewayangan. 3. Topeng : Tarian yang melakonkan Babad Bali ini, dapat dilihat pada topeng keras diinspirasi style Prabangsa Pegambuhan dan topeng Arsa Wijaya mengambil style Panji. 4. Calonarang : Dramatari yang identik dengan drama ilmu hitam (pangiwa), dibentuk dari perpaduan unsur Pagambuhan, Pearjaan dan Bebarongan. Oleh sebab itu, gerak tari, warna dialog dan tata busana yang digunakan hampir tidak ada bedanya dengan Gambuh. Tokoh-tokoh yang mengambil gerak Gambuh diantaranya Patih Madri memakai style Panji, Pandung mengambil style Prabangsa, Ratnamanggali memakai style Putri Gambuh. 5. Wayang Wong dan Parwa: Dramatari yang bernuansa Pewayangan dengan lakon Ramayana dan Mahabharata, para pemeran tokoh halus dan keras yang mengambil style Pegambuhan. 6. Tari Baris : merupakan tari tunggal karakter putra yang memakai gerak-gerak tari Prabu keras pada Pagambuhan 7. Tari Legong Lasem : tarian yang dibawakan oleh tiga orang penari perempuan yang memakai tema ceritra Panji (Prabu Lasem). Seorang berperan sebagai condong yang beberapa gerak tarinya memakai gerak tari condong Pagambuhan dan dua orang penari Legong. Seorang sebagai Prabu Lasem yakni raja tua yang merayu penari satunya yang memerankan putri Rangkesari. Tarian ini amat populer di masyarakat dan biasa disebut Legong Keraton.. 8. Tari Panji Semirang : merupakan tarian tunggal karakter halus yang dibawakan oleh penari perempuan. Tarian ini mengisahkan putri Candrakirana menyamar berpakaian laki-laki untuk mencari kekasihnya, Inu Kertapati. Diciptakan tahun 1942 oleh I Nyoman Kaler (alm). 9. Drama gong : pertunjukan teater tradisional Bali yang diiringi gamelan gong kebyar yang melakonkn episode - episode cerita Panji. Drama gong kini menjadi primadona diantara teater tradisional karena memakai dialog bahasa Bali sehari-hari yang mudah dicerna penonton. Dialognya actual, memikat, santai dan penuh banyolan. Pelestarian Gambuh yang pernah berjaya dimasa lalu serta menjadi sumber tari dan musik Bali, sudah selayaknya dilestarikan, apalagi berfungsi sebagai sarana upacara. ASTI Denpasar yang kini menjadi ISI, sejak didirikan tahun 1967 telah berperan sebagai juru selamat dengan mengajarkan Gambuh style Pedungan dan Batuan, yang keduanya memiliki kekhasan. Untuk melestarikan musik iringan tarinya, ISI Denpasar telah memelopori menggunakan gamelan Semar Pagulingan pelog saih pitu karena memiliki persamaan laras dan melodi gending dipegang instrumen terompong. Bagi tabuh iringan karakter keras akan memberikan nuansa lebih semarak. Di samping itu mahasiswa yang akan menyelesaikan studinya, juga terinspirasi oleh agem-agem pokok Pagambuhan, namun kemudian digubah agar memperoleh inovasi baru berwujud garapan tari kreasi. Perkembangan. Gambuh yang dibentuk oleh berbagai elemen seni, telah mengalami perkembangan dari segi ceritra dan pemeran. 1. Pada tahun 1998, Yayasan Arti Foundation bersama Taman Budaya Denpasar telah membangun Gambuh memakai ceritra Eropa karangan Shakespeare yaitu Macbeth. Penari-penarinya dihimpun dari alumnus STSI Denpasar dengan sutradara Ulf Gadd dari Swedia dan Kadek Suardana. Gambuh Macbeth mendapat sambutan hangat dari masyarakat pencinta seni karena tatanan dramatisasi dan alur ceritra yang cukup menarik. Tahun 2002 telah ditampilkan di Jerman. 2. Pada tahun 2005, panitia peringatan Hari Kartini mementaskan Gambuh ISI Denpasar dengan semua penarinya wanita. Hal ini dilakukan sebagai emansipasi wanita pada kesenian klasik Bali yang menjadi sumber tari dan musik Bali. Penutup Kehidupan dramatari Gambuh di Bali telah mengalami perjalanan lima abad, namun tetap eksis karena berfungsi sebagai sarana upacara. Pada mulanya diayomi dan dipelihara oleh istana / raja, namun kini sudah menjadi milik desa yang dilestarikan pendukungnya. Gambuh merupakan dramatari klasik berbentuk total teater karena di dalamnya terpadu dengan baik dan harmonis elemen-elemen tari, vocal/dialog, musik, drama, sastra dan seni rupa sehingga menjadi inspirator seni pertunjukan yang lahir kemudian. Keunikan pada gamelan Gambuh terletak pada suling panjang yang memerlukan circular blown breathing terus menerus. Iringan Gambuh dapat diganti dengan gamelan Semar Pagulingan karena memiliki persamaan laras. Di Bali ceritra Panji memiliki pengaruh yang sangat luas dan menunjukkan perkembangan yang sangat kompleks karena ceritra itu berkembang dalam berbagai jalur dan kreativitas seni. Kendatipun Gambuh kini jarang dipentaskan hanya sebatas upacara tertentu yang memerlukannya, namun bentuknya sudah diwarisi oleh seni pertunjukan lainnya yang lebih populer.